AGERATOCHROMENE DALAM EKSTRAK DAUN Ageratum conyzoides SEBAGAI KANDIDAT INHIBITOR PEMBENTUKAN ADVANCED GLYCATION END PRODUCTS (AGEs) PADA PATOMEKANISME KOMPLIKASI DIABETES MELLITUS
Hendra Susanto, S.Pd, M.Kes
Laboratorium Fisiologi Hewan
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang
Abstrak
Diabetes Melitus menjadi penyakit yang menyebabkan kelainan pembuluh darah dan sistem kardiovaskuler. Di negara berkembang diprediksi prevalensi DM akan meningkat sampai tahun 2025. Hiperglikemia menjadi awal pengaktifan 4 jalur komplikasi DM yang mengarah pada komplikasi mikro dan makrovaskuler. Pembentukan AGEs menjadi salah satu jalur penting dalam patogenesis komplikasi DM. Advanced Glycation End Products (AGEs) merupakan produk metabolit hasil reaksi irreversible antara glukosa dan bioprotein. AGEs bertanggung jawab atas timbulnya berbagai komplikasi vaskuler Diabetes Mellitus seperti neuropati, nefropati, retinopati, atherosklerosis, penyakit jantung koroner dan stroke. Peningkatan produksi AGEs akan mengaktifkan enzim NADPH oksidase dan memicu peningkatan produksi ROS. Reactive Oxygen Species (ROS) menstimulasi aktivasi NF-kB untuk segera menginduksi ekpresi gen-gen proinflamasi, sehingga akan menimbulkan inflamasi kronik yang menjadi kejadian terminal komplikasi DM melalui jalur AGEs. Komplikasi vaskuler tersebut paling bertanggung jawab atas peningkatan mortalitas dan morbiditas kasus Diabetes Mellitus. Sehingga penghambatan peningkatan produksi AGEs merupakan target potensial terapi diabetes untuk menjaga kualitas hidup dan mengurangi mortalitas pasien.
Upaya untuk menekan produksi AGEs sangat penting baik dengan suatu inhibitor molekul sintetik maupun dari herbal. Diketahui tanaman Ageratum conyzoides memiliki kandungan ageratochromene cukup dominan pada esensial oilnya dengan potensi anti AGEs formation, sehingga berpeluang dimanfaatkan sebagai kandidat inhibitor pembentukan AGEs. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan peran chromene pada Ageratum conyzoides terhadap pembentukan AGEs pada gangguan vaskuler melalui pengukuran ekspresi AGE secara in vitro. Penelitian dilakukan dengan menggunakan kultur HUVECs dan dilakukan pengukuran kadar AGE dengan metode ELISA.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan ekstrak daun Ageratum conyzoides L dosis 1,25 ul, 2,5 ul, 5 ul, dan 10 ul mampu menekan produksi AGEs secara signifikan (p = 0,004) pada kultur sel endotel (HUVECs) yang terpapar glukosa tinggi. Hasil ELISA menunjukkan bahwa penurunan AGEs pada kultur sel terjadi pada semua dosis, dimana semakin tinggi dosis maka kadar AGEs semakin (correlation coefficient = - 0,602). Diduga kandungan ageratochromene dalam ekstrak daun Ageratum conyzoides bertanggung jawab terhadap penurunan kadar AGEs pada kultur HUVECs, dengan cara mengadisi nukleofilik produk amadori (prekursor AGEs) sehingga peningkatan pembentukan AGEs dapat dicegah.
Kata kunci: Ageratochromene, ekstrak daun Ageratum conyzoides L., Advanced Glycation End Products (AGEs), Disfungsi Vaskuler, Diabetes Mellitus
AGERATOCHROMENE IN Ageratum conyzoides LEAF EXTRACT AS INHIBITOR CANDIDATE OF ADVANCED GLYCATION END PRODUCTS (AGEs ) FORMATION ON THE PATHOMECHANISM OF DIABETES MELLITUS COMPLICATION
Hendra Susanto, S.Pd, M.Kes
Animal Physiolgy Laboratory
Biology Department of Mathematical dan Science Faculty, State University of Malang
Abstract
Diabetes Melitus has become a disease that caused the blood vessel and cardiovascular dysfunction. In developed country are predicted the DM prevalention will be increase until 2025. Hiperglycemia is early stimulator to activation of four DM complication pathways that related to micro and macrovaskular complication. The AGEs formation has become an important pathways in the pathogenesis DM complication. Advanced Glycation End Products (AGEs) is a metabolic product that resulted from irreversible reaction between glucose and bioprotein. AGEs has important role to various vascular complication in Diabetes Mellitus, such as neuropathy, nephropathy, retinopathy, atheroslerosis, coronary heart disease and stroke. The increasing of AGEs level further more will be activated the NADPH oxidase enzyme and stimulate the increasing of ROS production. Reactive Oxygen Species (ROS) stimulate activation of NF-kB to induce the expression of a various proinflammatory gene, and related with chronic inflammation that become terminal event on DM complication through AGEs pathways. This vascular complication has a great responsibility to the increasing of mortality and morbidity in Diabetes Mellitus case. From this fact, the inhibiton of increasing AGEs production is potential target therapy diabetes for maintenance the quality of life and reduce patient mortality.
The inhibition of AGEs production in very important by synthetical inhibitor molecule and herbal. Recently had knowed that Ageratum conyzoides plants has dominant ageratochromene compound within the essensial oil by potention as anti AGEs formation, that giving a probability to use as inhibitor candidate on AGEs formation. The goal of this research is to improve the role of ageratochromene on Ageratum conyzoides to AGEs formation in vascular dysfunction through quantification of AGEs expression by in vitro. The research will be done using HUVECs culture and follow by measurement of AGEs level by ELISA method.
The result research showing that Ageratum conyzoides leaf extract treatment on 1,25 ul, 2,5 ul, 5 ul, and 10 ul dosage able to decrease the production of AGEs significantly (p = 0,004) on HUVECs culture that exposure by high glucose. ELISA result showed that the decreasing of AGEs production in cells culture are founded in all dosage where as in higher dosage has great effect to decreasing of AGEs level (correlation coefficient = - 0,602). From this result are predicted that ageratochromene compound within Ageratum conyzoides leaf extract has responsibility on decreasing of AGEs level in HUVECs culture by adition reaction to nucleophilic amadori product (AGEs precursor) and inhibit AGEs production.
Key Word: Ageratochromene, Ageratum conyzoides L. leaf extract, Advanced Glycation End Products (AGEs), Vascular Dysfunction, Diabetes Mellitus
Pendahuluan
Diabetes mellitus (DM) menjadi isu publik menyeluruh di berbagai belahan dunia. Prevalensi Diabetes Mellitus semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 terdapat 171 juta kasus DM dan diperkirakan akan meningkat menjadi 366 juta sampai tahun 2030, termasuk 20,8 juta di USA. Perubahan perilaku pola makan masyarakat menjadi penyebab berbagai penyakit degeneratif seperti jantung, aterosklerosis, kanker dan diabetes. Pada tahun 2025 prevalensi DM di Indonesia diprediksi menjadi 6,5% dimana pada tahun 1995 sekitar 4,1% (Global Burden WHO dalam Medika 2000).
Adapun penyebab utama mortalitas dan morbiditas penyakit DM bukanlah terletak pada tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemi) yang merupakan manifestasi klinis utama penyakit ini, melainkan pada komplikasi vaskuler yang diakibatkan oleh hiperglikemi. Komplikasi vaskuler tersebut diantaranya adalah retinopati, neuropati, nefropati, aterosklerosis, penyakit jantung koroner dan stroke. Hiperglikemi menimbulkan komplikasi vaskuler melalui beberapa jalur salah satunya adalah jalur peningkatan advanced glycation end products (AGEs) (Defronzo, 2004). Aminoguanidine merupakan obat yang saat ini dipercaya guna menghambat pembentukan AGEs, dimana obat ini akan menghambat reaksi antara 3-deoksiglukoson (perekursor AGEs) dengan bioprotein tubuh. Disebutkan juga bahwa derivat chromene sintetik juga mampu menghambat pembentukan AGEs dengan mekanisme adisi nukleofilik prekursor AGEs oleh gugus chromene, (Ishii, et al., 2000).
Berdasarkan penelitian sebelumnya ditemukan bahwa pada minyak atsiri daun wedusan terdapat 71,5 % senyawa derivat chromene yang disebut sebagai ageratochromene (chromene yang khas terdapat dalam Ageratum) (Adeleke, 2002). Oleh karena kesamaan memiliki gugus chromene, maka diharapkan ageratochromene dalam minyak atsiri daun wedusan tersebut juga memiliki efek farmakologis yang sama dengan derivat chromene sintetik.
Berdasarkan fakta diatas maka perlu penyelidikan lebih lanjut bagaimanakah peran ageratochromene pada tanaman A. conyzoides L dalam upaya pencegahan komplikasi vaskuler diabetes akibat peningkatan produksi AGEs .
Metode
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain eksperimen murni (true eksperimental) yang dikerjakan di laboratorium secara in vitro. Variabel penelitian dibagi menjadi 2 variabel, yaitu : Variabel Bebas adalah minyak atsiri A. conyzoides L dengan dosis 1,25 ml, 2,5 ml, 5 ml, dan 10 ml dalam pelarut gliserin 87% (v/v) dalam 1 ml media, dan Variabel Terikat adalah kadar AGEs pada endotel yang dipapar glukosa tinggi (25mM).
Metode Pembuatan Minyak Atsiri A. conyzoides L
Sebanyak 700 gram daun kering A. conyzoides L dimasukkan ke dalam tangki boiler yang telah diisi air. Tangki dihubungkan dengan kondensor guna mengembunkan uap air nantinya. Celah antara tangki dan penutup tangki, serta tangki destilasi dengan kondensor dilapisi dengan gips. Tangki kemudian diletakkan di atas burner dan dilakukan proses pengukusan selama 5 jam. Hasil kondensasi (destilat) ditampung di dalam corong pemisah. Minyak atsiri bermassa jenis lebih rendah daripada air, sehingga terpisah dengan fraksi air dalam corong pemisah. Minyak atsiri kemudian dipisahkan dengan air dengan corong pemisah, dan ditampung dalam elenmeyer. Minyak atsiri kemudian diberi 2 sendok makan MgSO4 yang sebelumnya telah dipanaskan dalam oven 24 jam dan ditumbuk halus. Inkubasi minyak atsiri dengan bubuk MgSO4 dilakukan selama 2 hari, kemudian dengan pipet minyak diambil dan diletakkan dalam botol dan ditutup rapat. Sisa minyak atsiri yang menempel pada corong pemisah, dilarutkan dalam larutan N-hexan dan diletakkan dalam elenmeyer, kemudian N hexan dibiarkan menguap sehingga hanya tersisa minyak atsiri. Total minyak atsiri yang diperoleh dari hidrodestilasi 3,8 kg adalah 5 ml.
Kultur Sel Endotel Manusia (HUVECs)
Umbilicus dibersihkan dari jaringan dan sisa darah dengan kasa steril yang dibasahi dengan alkohol 70 %. Masing-masing ujung umbilicus dipotong secara transversal sehingga terlihat adanya dua pembuluh arteri dan vena dimana pembuluh vena memiliki dinding yang lebih tebal, besar dan elastis. Kanul dimasukkan salah satu ujung pembuluh vena kira-kira 1 cm lalu diikat erat dengan benang. Pembuluh vena dicuci dengan PBS A melalui kanul yang telah terpasang dengan menggunakan spuit 20 cc. Lakukan 2-3 kali. Setelah bersih, ikat ujung umbilicus yang lain dengan ikatan kuat atau diklem. Larutan Collagenase tipe II dimasukkan dan spuit dibiarkan menancap pada kanul. Selanjutnya umbilicus dihangatkan dengan cara didekap kedua belah tangan selama 10 menit atau diinkubasi. Larutan Collagenase yang mengandung endotel dikeluarkan dari umbilicus dengan cara menyedot melalui spuit yang terpasang pada ujung kanul. Kemudian Collagenase tersebut dimasukkan tabung sentrifuse steril 15 cc. Umbilicus dibilas dengan 8 cc larutan PBS-A untuk membilas sel endotel yang tersisa. Kemudian larutan dibilas kembali yang ditambahkan ke tabung sentrifuse yang berisi larutan Collagenase. Larutan yang mengandung endotel disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 8 menit sehingga diperoleh pellet yang berisi sel endotel. Supernatan dibuang kemudian ditambahkan 4 mL medium kultur pada pellet dan diresuspensi dengan cara pipeting sehingga sel endotel terpisah. Larutan dipindahkan ke dalam flask 25 cm2 yang telah dilapisi larutan Gelatin 0,2 % kemudian dimasukkan dalam inkubator CO2 5 % pada suhu 37oC selama 30 menit.
Perlakuan Paparan Glukosa pada Sel Endotel (HUVECs)
Setelah sel sudah mencapai monolayer maka sel dilakukan paparan glukosa. Pada setiap kelompok kultur sel endotel dilakukan paparan dengan glukosa kadar tinggi (25 mM) dan ditreatment dengan minyak atsiri A. conyzoides L dosis 1,25 ml, 2,5 ml, 5 ml, dan 10 ml dalam pelarut gliserin 87% (v/v) dalam 1 ml media. Sebagai kelompok kontrol dipergunakan kultur sel endotel yang dipapar dengan glukosa kadar tinggi tanpa minyak atsiri A. conyzoides L.
Pengukuran Ekspresi AGEs dengan Metode ELISA
Antigen AGEs intrasel dilarutkan dalam coating buffer kemudian dimasukkan dalam mikroplate ELISA (1:50) sebanyak 50 ml. Antigen AGEs intrasel didapatkan dari hasil isolasi protein intrasel pada sel endotel manusia. Antigen yang sudah dimasukkan dalam mikroplate ELISA diinkubasi pada suhu 4 0C selama semalam. Suspensi antigen dicuci dengan PBS-T 2 X 5 menit dan dilanjutkan dengan inkubasi BSA 1% selama 45 menit. Antigen dicuci dengan PBS-T selama 2 X 5 menit. Inkubasi antibodi primer antibodi anti AGEs selama 60 menit. Suspensi diambil dan dicuci kembali dengan PBS-T 2 X 5 menit. Inkubasi antibodi sekunder berlabel biotin antihuman selama 60 menit. Suspensi diambil dan dicuci dengan PBS-T selama 2 X 5 menit dan dilanjutkan dengan menambahkan SA-HRP dan diinkubasi selama 60 menit. Reaksi dicuci dengan PBS-T selama 2 X 5 menit. Substrat TMB dimasukkan dan diinkubasi selama 30 menit. Reaksi dihentikan dengan menambahkan HCL 1 N selama 15 menit kemudian dibaca pada ELISA reader dengan l 492 nm (Sambrook and Russel, 2000).
Hasil
Hubungan antara Pemberian Minyak Atsiri Daun Wedusan (A. conyzoides L) dengan Kadar AGEs pada HUVECs Terpapar Glukosa Tinggi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lima macam kelompok, yaitu kelompok 1 (kontrol) HUVECs terpapar glukosa tinggi tanpa diberi minyak atsiri daun wedusan (A. conyzoides L), kelompok 2 HUVECs terpapar glukosa tinggi yang diberi minyak atsiri dosis 1,25 µl, kelompok 3 HUVECs terpapar glukosa tinggi yang diberi minyak atsiri dosis 2,5 µl, kelompok 4 HUVECs terpapar glukosa tinggi yang diberi minyak atsiri dosis 5 µl, dan kelompok HUVECs terpapar glukosa tinggi yang diberi dosis minyak atsiri 10 µl menunjukkan hasil yang berbeda secara signifikan. Terdapat kecenderungan terjadi penurunan kadar AGEs seiring dengan pertambahan dosis. Perbandingan kadar AGEs pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini:
Gambar 1. Perbandingan rata-rata kadar AGEs antar kelompok
Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov kadar AGEs menunjukan hasil yang signifikan (p= 0,351) yang berarti sebaran data normal (p >0,05), dimana untuk homogenitas varian juga menunjukkan menunjukkan signifikansi sebesar 0,156 (p >0,05) yang berarti varian data sama (homogen). Selanjutnya dilakukan uji One Way Anova yang menunjukkan nilai signifikansi = 0, 004 (p < 0,05) yang artinya terdapat perbedaan kadar AGEs secara signifikan antar kelompok. Uji lanjut dengan uji Post Hoc dan Tukey yang menunjukkan terdapat perbedaan kadar AGEs yang bermakna antara kelompok 1 (kontrol) terhadap kelompok perlakuan (kelompok 2,3,4, dan 5). Kemudian dilanjutkan dengan uji korelasi Pearson yang menunjukkan nilai signifikansi 0,001 (p<0,005) dan correlation coefficient -0,605 yang berarti terdapat korelasi negatif bermakna antara dua variabel (p=0,001), correlation coefficient bernilai negatif berarti korelasinya berlawanan arah yang artinya semakin tinggi dosis minyak atsiri, maka semakin rendah kadar AGEs, serta menunjukkan korelasi yang kuat (correlation coefficient antara 0,600-0,799).
Pada gambar 1 menunjukkan bahwa pemberian minyak atsiri dalam ekstrak daun A. conyzoides pada kultur endotel (HUVECs) terpapar glukosa tinggi memberikan kecenderungan penurunan kadar AGEs; dan dari analisis statistik dapat diketahui bahwa pemberian minyak atsiri dalam ekstrak daun A. conyzoides menyebabkan penurunan kadar AGEs secara signifikan pada semua kelompok perlakuan). Kadar AGEs memiliki korelasi yang kuat dengan dosis dimana semakin besar dosis minyak atsiri, maka semakin rendah kadar AGEs kecuali pada dosis 10 µl dimana kadar AGEs mengalami peningkatan meskipun masih tetap dibawah kelompok kontrol.
Mekanisme Efek Pemberian Minyak Atsiri Ekstrak Daun A. conyzoides L terhadap Penurunan Kadar AGEs pada HUVECs Terpapar Glukosa Tinggi
Advanced Glycation End Products (AGEs) merupakan suatu produk metabolit hasil reaksi irreversible (cross-linked reaction) antara glukosa dan protein yang dapat menimbulkan efek patologis bagi tubuh. Hal ini disebabkan glukosa merupakan elemen penting dalam pembentukkan AGEs, maka sebagai konsekuensi logisnya pada penderita diabetes, kadar AGEs akan meningkat secara signifikan.
AGEs menjadi stimulator pada beberapa penyakit vaskuler yang disebabkan oleh kasus diabetes, sehingga sangat perlu pengembangan terapi dengan bahan herbal yang memiliki peran sebagai inhibitor AGEs, Ishii (2000) menyatakan derivat senyawa chromene sintetik mampu menghambat pembentukan AGEs in vitro. Disebutkan pula mekanisme derivat chromene sintetik dalam menghambat pembentukan AGEs adalah melalui reaksi adisi nukleofilik antara gugus chromene dengan gugus aldose atau ketose dalam 3-deoksiglukoson (produk amadori). Sehingga reaksi cross linked antara produk amadori dengan protein tubuh guna membentu AGEs dapat dicegah. Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa, chromene sintetik pada dosis 30 µg/ml mampu menghambat pembentukan AGEs sebesar 50%, (Ishii, et al., 2000).
Tanaman A. conyzoides diketahui memiliki kandungan alami chromene yang cukup dominan pada daunnya. Dengan demikian kandungan ageratochromene dalam minyak atsiri ekstrak daun A. conyzoides L dimungkinkan memiliki mekanisme yang sama dengan derivate chromene sintetik dalam menurunkan kadar AGEs,
yakni dengan melakukan adisi nukleofilik dengan gugus superaktif aldose/ketose produk amadori (3-deoksiglukoson). Sampai saat proses tersebut yang dapat menjelaskan mengenai kemungkinan mekanisme minyak atsiri ekstrak daun A. conyzoides dalam menurunkan kadar AGEs pada HUVECs terpapar glukosa tinggi sebagai model individu penderita diabetes. Peran senyawa-senyawa lain yang terkandung dalam minyak atsiri masih belum sepenuhnya diketahui, sehingga dimungkinkan juga memiliki efek yang sinergis atau antagonis dalam menurunkan kadar AGEs pada HUVECs, ataupun bersifat toksik. Oleh karena itu penelitian lebih lanjut mengenai efek farmakologis dari ageratochromene itu sendiri dan senyawa lain yang terdapat pada minyak atsiri A. conyzoides L perlu dilakukan guna menjawab pertanyaan tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian minyak atsiri ekstrak daun A. conyzoides L pada kultur endotel manusia (HUVECs) terpapar glukosa tinggi, mampu menurunkan kadar AGEs, dimana semakin tinggi dosis maka semakin rendah kadar AGEs
Daftar Pustaka
Defronzo. 2004. International Textbook of Diabetes Mellitus. Wiley: London. 1137-57
Ishii, F., et al. 2000. The Pharmacologic Effect of Chromene and Thereof Salt. http://www.freepatentsonline.com/6124347.html diakses pada tanggal 25 Januari 2008
Hanafiah. 2005. Statistik Dalam Kedokteran. Jakarta: Gramedia Pustaka
Medika. 2000. Diabetes Mellitus Global Burden. http://www.who.org diakses pada 12 Januari 2009 pukul 10.00 WIB
Sambrook and Russel. 2000. ELISA Procedure. Harvard University
Tanaka S, Avigid G. 1998. Glycation Induces Expansion of Molecular Packing of Collagen. J Mol Biol 1998. 268:4308-8
Vlassara H, Palace MR. 2002. Diabetes & AGE. J Intern Med. 251: 87-101
Tidak ada komentar:
Posting Komentar